RADAR BINTAN, Kota Tanjungpinang — Membandingkan Kota Tanjungpinang dengan Batam, dari sisi ekonomi, pariwisata, dan angka-angka kontribusi PDRB untuk Provinsi Kepulauan Riau, sebagai sudut pandang untuk mengukur kinerja Pemerintah Kota Tanjungpinang jelas seperti membandingkan kucing dengan harimau. Tidak apple to apple.
Wartawan senior di Tanjungpinang Sigit Rahmat mengatakan, Kota Batam dengan statusnya sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas memiliki berbagai keistimewaan fasilitas fiskal. Tidak ada pengenaan PPN atas kegiatan ekonomi di dalamnya, hingga menjadi magnet untuk masuk dan tumbuhnya investasi ke Batam.
“Jika membandingkan Tanjungpinang dengan Batam, jelas tidak sebanding. Memang sama-sama kota otonom bagian dari Provinsi Kepri. Tapi diibaratkan seperti membandingkan kucing dengan harimau. Banyak keistimewaan yang dimiliki Batam, hingga sebenarnya dapat menjadi jawaban kenapa Batam lebih maju dibandingkan Tanjungpinang. Kalau Tanjungpinang dibandingkan dengan Karimun, atau Lingga, mungkin lebih sepadan,” kata Sigit Senin 28 Juli 2025.
Sigit mengkritik pernyataan salah seorang pengamat di Tanjungpinang yang dianggapnya memiliki tujuan tersendiri hingga sampai membandingkan kucing dengan harimau. Tidak hanya menyampaikan fasilitas fiskal yang dimiliki Batam, Sigit juga berbicara dari sisi kemampuan pembiayaan antara Batam dan Tanjungpinang.
Selain didukung dengan sumber pembiayaan dari APBD, Batam juga memiliki sumber pembiayaan lain Badan Pengusahaan (BP) Batam. Ada dua mesin yang menggerakkan Kota Batam. Bahkan nilai dari kedua sumber pembiayaan Batam itu, jauh di atas APBD Provinsi Kepri yang tahun ini disahkan sebesar Rp 3,91 triliun.
Batam dan Tanjungpinang lanjut Sigit, sama sekali tidak dapat dibanding-bandingkan karena keduanya memiliki perbedaan secara fungsi, dan kelembagaan. Tanjungpinang hanya dikelola oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang dengan anggaran yang terbatas.
“Hal ini seperti membandingkan sepeda motor matic dengan sepeda motor dua silinder, ” ucapnya.
Batam memiliki fungsi utama sebagai kota industri, perdagangan, dan logistik dengan arah pembangunan yang lebih berbasis pada investasi dan ekspor/impor. Sementara Kota Tanjungpinang memiliki fungsi utama sebagai kota pemerintahan, yang berbasis pada pelayanan administrasi dan usaha jasa lokal.
“Tanjungpinang ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Kepri, karena faktor historisnya. Juga kurang tepat jika dibandingkan dengan daerah ibukota lainnya, terlebih di pulau Jawa. Mari kita sama-sama melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan di Tanjungpinang, tapi tentunya dibarengi dengan data dan fakta yang sesuai. Tanjungpinang dengan jumlah penduduk 230 ribu jiwa, dibandingkan dengan kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1,3 juta jiwa, ” rincinya.
Perbedaan kasta antara Batam dan Tanjungpinang tersebut, juga tidak lantas membuat Pemerintah Kota Tanjungpinang berdiam diri. Tanjungpinang Berbenah bukan sekadar jargon, namun juga diikuti oleh beberapa langkah konkrit untuk meningkatkan sektor perekonomian daerah.
Pemerintah Kota Tanjungpinang membuka ruang investasi baru melalui penyediaan lahan investasi. Sekitar 2.000 hektar lahan yang dulu dikuasai oleh korporat melalui HGU dan HGB, kini dialihkan kembali kepada Negara, untuk kemudian dijadikan sebagai lahan investasi.
“Kita juga mendengar bahwa Pemerintah Kota Tanjungpinang tengah menyusun legalitas pemanfaatan ruang milik jalan untuk dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan asli daerah baru. Penguasaan lahan eks HGU dan HGB, juga ditujukan untuk menyediakan lahan investasi. Lahan milik pemerintah terbatas, tidak seperti di Batam dengan segala fasilitasnya, “beber Sigit.
Menyikapi tata kelola RT dan RW di Kota Tanjungpinang, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Tanjungpinang Raja Kholidin mengatakan, RT dan RW merupakan bagian dari struktur pemerintahan di tingkat dasar. Sama halnya dengan penataan struktur organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang, penataan RT dan RW juga ditujukan untuk melaksanakan pembenahan organisasi pemerintahan.
“Penataan organisasi yang dilaksanakan oleh wali kota, termasuk sampai ke tingkat RT dan RW, ditujukan untuk menciptakan pelayanan yang lebih baik, efektif dan efisien. Penataan RT dan RW jangan dilihat dari pengurangannnya saja. Tapi justru ada RT yang dimekarkan, karena memang dinilai harus dimekarkan,” jelas Khloidin.***